Perjuangan Politik Santri dalam Menegakkan Islam di Indonesia

Santri Ponpes Asshiddiqiyah Jakarta (Foto ; Dok)

Demam pemilihan kepala daerah sedang membahana di tempat saya menapak kaki ini. Hal yang lumrah terjadi pada setiap masa 5 tahun sekali. Sistem kepemilihan pemimpin di Indonesia yang demokratis secara tidak langsung membuat mereka – orang yang mencalonkan diri menjadi pemimpin – berebut memperjuangkan hati rakyat. Pendekatan diri ke masyarakat umum pun gencar dilakukan dengan 'memperlakukan' rakyat secara baik. Pendekatan  berbagai lapisan masyarakat pun dilaksanakan. Mulai dari pejabat kelas menengah, pedagang, lembaga sosial, organisasi pemuda, sekolah, hingga dunia pesantren.

Seorang teman mengatakan, “Politik memasuki ranah pesantren? kurangi, deh.”

Pendidikan politik bagi para santri mungkin dianggap sebagian orang adalah hal yang tidak sesuai. Santri diidentikkan dengan kitab kuning, hafalan nazhoman dan majelis ilmu lainnya. Mereka hanya fokus pada studi dan pengabdian pada pesantren. Begitu kira-kira pandangan masyarakat umum pada lingkungan pesantren. Jika hal ini tetap terjadi maka para santri hanya fokus pada kehidupan dalam pesantren saja. Wawasan tentang konsep bermasyarakat  dan bernegara yang baik menjadi sempit. Padahal, wawasan tentang dunia politik sangat dibutuhkan para santri karena mereka merupakan calon-calon penegak bangsa di masa depan.


Pada masa belajar ini, para santri dapat memahami politik lewat kajian Sirah Nabawiyah. Kisah-kisah Rasulullah SAW. telah mengajarkan semua  aspek kehidupan. Politik pun menjadi bagian dalam menegakkan Islam di bumi Allah ini. Sistem politik yang diajarkan Rasulullah SAW. merupakan cara terbaik untuk mengatur sebuah negara. Setiap hal yang dilakukan mempunyai ibroh tersendiri untuk kemaslahatan umat. Bukan sekedar politik kekuasaan yang hanya menguntungkan diri sendiri dan kelompok. Sikap-sikapnya dapat kita teladani untuk menegakkan Islam di Indonesia dengan berbagai etnis dan agama yang ada di dalamnya.

Tanpa politik, mungkin kita tidak dapat mengenal Islam di Indonesia. Walisongo dan para ulama lain telah mensyiarkan Islam di Nusantara lewat hal-hal yang akrab di masyarakat dan jalur pemerintahan yang berkuasa. Pada masa itu adalah kerajaan. Masyarakat disuguhkan pandangan tentang Islam yang universal dan penuh kedamaian. Pada fase ini, Islam dapat menyebar ke hampir seluruh wilayah Nusantara. Demikianlah strategi dakwah yang diajarkan Rasulullah SAW.yang menjadi tuntunan utama Walisongo dalam menegakkan agama Allah.

Perjuangan Islam pun terus berlanjut hingga era pergerakan kemerdekaan. Tersebarnya kaum santri di pelosok negeri menghasilkan kekuatan yang luar biasa untuk bangsa ini. Bukti nyata perjuangan terlihat pada tragedi-tragedi sepanjang sejarah kemerdekaan Indonesia. Peristiwa 10 Nopember di Surabaya, perlawanan masyarakat Minang di Sumatera Barat yang dipimpin Tuanku Imam Bonjol, perang Diponegoro dan perjuangan Jendral Sudirman bersama prajurit nasional merupakan contoh nyata bagi masyarakat tentang kaum santri. Mereka tidak hanya berkutat dengan kitab, namun juga turut berjuang dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia.

Pada era reformasi saat ini, para santri berjuang secara moderat. Pemahaman tentang tata negara merupakan syarat untuk menyalurkan ilmu yang telah dipelajari selama di pesantren. Hal ini dapat membantu mereka untuk meneneruskan perjuangan para pendahulu dalam menegakkan Indonesia sebagai negara yang merdeka seperti saat ini. Momentum  Hari Santri Nasional adalah simbol dimana kaum santri adalah penegak tonggak kedaulatan Indonesia. Upaya nyata mereka dalam mengisi kemerdekaan harus didukung para pemimpin untuk menjaga negara yang dirahmati Allah, Republik Indonesia.


Penulis : Laila Fauziah
Share on Google Plus

About Rumadie El-Borneo

Pondok Pesantren Asshiddiqiyah didirikan pada Bulan Rabiul Awal 1406 H ( Bulan Juli 1985 M ) oleh DR. KH. Noer Muhammad Iskandar, SQ. Dalam kapasitasnya sebagai lembaga Pendidikan, Keagamaan, dan Kemasyarakatan, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah senantiasa eksis dan tetap pada komitmennya sebagai benteng perjuangan syiar Islam. Kini dalam usianya yang lebih dari seperempat abad, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah telah membuka 12 Pesantren yang tersebar di beberapa daerah di pulau Jawa dan Sumatra.

0 komentar :