Membentengi Diri dari Thulul Amal Menurut Imam Ghazali

AMC- Thulul amal (panjang angan-angan) memiliki bahaya yang sangat besar. Sehingga kita perlu untuk membentengi diri, agar keinginan dan niat yang baik tidak berubah menjadi thulul amal. Caranya yaitu dengan niatun mahmudah (niat terpuji).

“Niat terpuji adalah قصد الشيء مقترنا يفعله الى يقبله الله yakni, menyengaja sesuatu yang disertai dengan perbuatan menuju kepada sesuatu yang diterima oleh Allah SWT. Di mana niat ini diawali oleh syahwah. Syahwah yaitu keinginan yang diiringi dengan kenyamanan pada diri manusia agar tidak terkena bahaya menurut dirinya (sifat kemanusiaan) secara umum.” jelas KH. Mahrus Iskandar dalam kegiatan Ngaji kitab Minhaj al-Abidin karangan Imam Al-Ghazali, Senin, (27/2/23).


Niat terpuji ini ada dua yaitu, Niat fi wujudi al-‘amaliyah (niat terpuji yang diiringi dengan keinginan untuk melakukan perbuatan). Seperti, niat ingin berpuasa, salat, haji dan lainnya. Kemudian niat fi wujudi al-hukmiyah (niat terpuji namun tidak terlihat). Seperti ikhlas, sabar, iman.

“Setiap sesuatu yang diniatkan karena Allah bernilai pahala. Karena hanya dengan berniat berarti seseorang memulai atau melakukan kebaikan. Karena di dalam hadis disebutkan niyatun mukminin khairun min ‘amalihi (niat seorang mukmin lebih baik dari pada perbuatannya)." imbuh beliau.

Tafwidh (penyerahan semua urusan kepada Allah) dan istisna’ (pengeculian, dengan mengucap insyaallah, ini bertujuan agar apa pun hasil dari pekerjaan, bisa diterima dengan baik. Jika kamu berpikir hasilnya baik maka hasilnya akan baik. Tetapi jika kamu berpikir buruk maka hasilnya buruk. Karena Allah sesuai dengan prasangka hambanya.

Adapun kebalikan dari sifat mahmudah ini adalah sifat mazmumah (tercela). Jika seseorang berniat ingin melakukan suatu kejahatan, maka Allah akan menangguhkan dosanya hingga ia mengerjakannya.

“Ini adalah bentuk kasih sayang Allah. Jika hambanya berniat berbuat dosa, maka Allah memerintahkan malaikat agar tidak mencatatnya Sebelum orang itu melakukannya.” ungkap beliau.

Salah satu bukti ketakwaan adalah ridha terhadap hasil yang Allah berikan. Jika Allah belum mengabulkan keinginan atau doa yang dilakukan dengan baik. Jangan sedih, karena Allah akan mengabulkan keinginan itu nanti di hari akhir. Aamiin. (Robi'ah)

  • Tulisan ini merupakan catatan ringkas Kajian Kitab Minhajul Abidin yang diampu oleh KH. Mahrus Iskandar, B.Sc (Khadimul Ma'had Asshiddiqiyah Jakarta) secara rutin tiap Senin malam.
Share on Google Plus

About Asshiddiqiyah Media Center

Pondok Pesantren Asshiddiqiyah didirikan pada Bulan Rabiul Awal 1406 H ( Bulan Juli 1985 M ) oleh DR. KH. Noer Muhammad Iskandar, SQ. Dalam kapasitasnya sebagai lembaga Pendidikan, Keagamaan, dan Kemasyarakatan, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah senantiasa eksis dan tetap pada komitmennya sebagai benteng perjuangan syiar Islam. Kini dalam usianya yang lebih dari seperempat abad, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah telah membuka 12 Pesantren yang tersebar di beberapa daerah di pulau Jawa dan Sumatra.

0 komentar :