Habib Ahmad bin Muhamad Al-Haddar : 3 Hubungan Al-Quran dengan Sirah Nabawiyah


AMC -Ma'had Aly Sa'iidusshiddiqiyah Jakarta menggelar Dauroh Ilmiah bersama Habib Ahmad bin Muhammad Al-Haddar dari Tarim, Hadromaut, Yaman di Pendopo Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta, Sabtu sore (17/12).

Turut hadir Mudir II Ma'had Aly Sa'iidusshiddiqiyah Jakarta, Ust. Sufyan Syafi'i; Mudir III Ma'had Aly Sa'iidusshiddiqiyah Jakarta, Ust. Labib Masrur dan seluruh Mahasantri Ma'had Aly Sa'iidusshiddiqiyah Jakarta.

Habib Ahmad bin Muhammad Al-Haddar membuka daurohnya dengan menceritakan kisah panjang kehidupan baginda Nabi Muhammad SAW., Mulai dari beliau lahir sampai diutus oleh Allah SWT. kepada seluruh penjuru alam.

Selanjutnya beliau menjelaskan beberapa sumber Sirah Nabawiyah atau sejarah kehidupan Nabi Muhammad SAW. yang perlu diketahui oleh para penuntut ilmu.

Sumber yang pertama adalah Al-Qur'an, Beliau mengatakan "kalau Sirah Nabawiyah yang diambil dari Al-Qur'an itu cuma sedikit, hanya beberapa saja", dengan menggunakan bahasa Indonesia, kebetulan beliau fasih berbicara bahasa Indonesia; 

Kedua, Al-Hadits, Sirah Nabawiyah banyak diambil melalui Hadits Nabi Muhammad SAW., dalam hal ini Al-Hadits merupakan Segala hal yang disandarkan kepada Nabi SAW., baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan dan sifat.


Syarat mengambil Sirah Nabawiyah adalah harus melalui beberapa tahapan seleksi, tidak boleh asal mengambil sumber-sumber atau mengarang-ngarang kisah kecuali mengambil dari Hadits-hadits yang shohih, tidak ada campuran pikirian, akidah, dan sesuatu yang dapat merusak kualitas hadits, sehingga dapat dipertanggungjawabkan dan dapat dipercaya.

Habib berpesan kalau membaca sirah, jangan hanya mengambil sejarah-sejarah sebagai pengetahuan saja akan tetapi mengambil juga pelajaran-pelaharan dari apa yang telah terjadi, bagaimana cara Nabi Muhammad SAW. dan para sahabat bersabar menahan segala cobaan dan meneguhkan keimanan mereka.

Menurut beliau, Hubungan Sirah Nabawiyah dengan Al-Qur'an dibagi menjadi tiga:

Pertama, Sunnah Istiqlaliah, maksudnya adalah sunnah yang asing, artinya sesuatu yang tidak ada di dalam Al-Qur'an dijelaskan di dalam Al-Hadits. Contohnya adalah dalil keharaman memakan daging anjing, di dalam Al-Qur'an tidak ada satu pun ayat yang menerangkan bahwa anjing itu dagingnya haram untuk dimakan akan tetapi dijelaskan di dalam Al-Hadits. 

Kedua, Sunnah Taudhi'iyah yang bermakna menjelaskan, sunnah ini menjelaskan sesuatu yang masih belum jelas dalam tata cara melaksanakan sesuatu hukum di dalam Al-Qur'an. Contohnya adalah sholat, di dalam Al-Qur'an tidak dijelaskan bagaimana rukun, syarat dan tata cara sholat yang benar akan tetapi itu semua ada dan diperincikan di dalam Al-Hadits. 

Ketiga, Sunnah Umumiyah, yang berarti sesuatu yang masih umum dan membutuhkan perincian. Beberapa hukum di dalam Al-Qur'an itu masih umum  sehingga Al-Hadits menjadi perinci hal-hal yang ada di dalam Al-Qur'an, Khususnya mengenai hal hukum agama.

Menutup daurohnya Habib Ahmad bin Muhammad Al-Haddar berpesan kepada seluruh peserta, "Hati-hatilah! di akhir zaman akan muncul kelompok Al-Qur'aniyah, yakni kelompok yang mengklaim dirinya sebagai orang yang paling berpegang teguh pada Al-Qur'an dan mereka mengatakan cukup Al-Qur'an sebagai pegangan dan Al-Hadits tidak perlu karena Al-Qur'an dari Allah SWT. dan Hadits dari Makhluk. Jangan sampai kita menjadi bagian dari orang-orang seperti itu" pungkasnya. (Muhaimin Yasin)
Share on Google Plus

About Asshiddiqiyah Media Center

Pondok Pesantren Asshiddiqiyah didirikan pada Bulan Rabiul Awal 1406 H ( Bulan Juli 1985 M ) oleh DR. KH. Noer Muhammad Iskandar, SQ. Dalam kapasitasnya sebagai lembaga Pendidikan, Keagamaan, dan Kemasyarakatan, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah senantiasa eksis dan tetap pada komitmennya sebagai benteng perjuangan syiar Islam. Kini dalam usianya yang lebih dari seperempat abad, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah telah membuka 12 Pesantren yang tersebar di beberapa daerah di pulau Jawa dan Sumatra.

0 komentar :