Perempuan Menjadi Pemimpin? Kenapa Tidak!


AMC -Rangkaian acara harlah ke-37 tahun, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta mengadakan seminar   keputrian oleh putri ketiga K.H Noer Muhammad Iskandar pendiri Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta yaitu Ning Atina Balqis Izza Iskandar. Tema yang diangkat kali ini yaitu 'Menjadi Pemimpin Perempuan Sholehah', Jum’at(09/09).

Dalam acara ini, Beliau mengambil 4 poin penting diantaranya, yaitu

1. Perempuan Menjadi Pemimpin? Kenapa Tidak!
“Apakah perempuan itu boleh jadi pemimpin?” tanya Bu Nyai alumni Al-Ahgaff, Mukalla Yaman ini. Lalu beliau menjelaskan bahwa di dalam Surah Al-Baqarah ayat 30  menjelaskan bahwa Allah menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi. Dari ayat ini jelas bahwa khitob dari ayat ini berlaku untuk seluruh manusia baik laki-laki maupun perempuan.

Prinsipnya adalah kita perempuan ini juga manusia, kita bukan benda mati, al mar’ah insanah perempuan itu adalah  manusia. Berarti perempuan juga mendapat kesempatan untuk jadi pemimpin. Kebolehan tentang kepemimpinan perempuan ini juga diperkuat oleh kisah dalam  surah An- Naml tentang kisah ratu Balqis yang menjadi pemimpin sebuah kerajaan yang sangat besar kala itu di negri Saba’ Son’a ibu kota Yaman.

Para ulama mufassir sangat tertarik dengan kisah cerita kepemimpinan perempuan ini. Inilah sebuah kisah yang membuktikan bahwa perempuan itu juga berhak memimpin, dengan syarat dia mempunyai keahlian dalam bidang tersebut. Itu menjadi pelajaran bagi kita, bahwa perempuan juga layak menjadi pemimpin. Di masa Rasulullah juga wanita itu dijadikan sebagai DPR, sebagai perwakilan wanita yang menyampaikan unek-unek para wanita kepada Rasulullah. Kenapa demikian? Tanya beliau kepada para santri yang hadir. Karena yang tahu kebutuhan perempuan adalah perempuan itu sendiri jawab Bu Nyai Atina Balqis.

Tidak hanya ayat Al-Qur’an, Rasulullah juga mengatakan dalam sebuah hadist kullukum ra’in wa kullukum masulun ‘an ro’ilatihi. Wamroatun raiyatun fi baitiha wahiya masulatun an raiyatiha, setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan di ditanya tentang apa yang kalian pimpin. Dan perempuan adalah pemimpin di rumahnya, dan ia akan ditanya tentang yangbia pimpin.” Demikian penjelasan dari pengasuh Pondok Pesantren Asshiddiqiyah 10, Cianjur ini.

2.  Memahami Ruang Kepemimpinan Wanita
Dalam Islam, hak perempuan sangat dimuliakan. Saat kita meyakini bahwa dalam islam sudah ada hak kepemimpinan perempuan, maka kita tidak perlu mencari pemikiran- pemikiran di luar agama islam tentang kepemimpinan perempuan. Dan tidak perlu dipertanyakan lagi tentang kebolehan perempuan untuk memimpin. Dalam hal kepemimpinan, para perempuan mempunyai banyak panutan yakni para istri Rasulullah. Salah satu hikmah istri Rasulullah banyak adalah agar kita memiliki suri tauladan yang banyak. Seperti Sayyidah Aisyah, istri Rasulullah yang sangat cerdas, Sayyidah Khadijah yang sangat ahli dalam berdagang, dan banyak contoh lainnya. 


Dalam Al-Qur’an gender itu tidak menjadi tolak ukur. Perempuan itu harus cerdas tapi bukan untuk menyaingi laki-laki. Sebagaimana ayat Al-Qur’an surah Ali Imran ayat 195 yang menjelaskan bahwa Allah SWT tidak menyia-nyiakan amalan hambanyanya, baik laki-laki maupun perempuan. Hal ini membuktikan bahwa Allah tidak memandang gender dalam hal kepemimpinan.

Jadi, ruang lingkup kepemimpinan perempuan, yang pertama adalah diri sendiri. Dalam hal ini Ning Balqis mengutip sebuah pepatah “Bagaimana kita bisa mencintai orang lain kalau kita tidak mencintai diri sendiri. Bagaimana kita bisa memimpin orang lain kalau kita tidak bisa memimpin diri kita sendiri.” 

Yang kedua adalah keluarga, wanita walaupun dia hanya diam di rumah saja, sebenarnya dia sedang membangun peradaban. Karena di rumah wanita bisa mendidik anak-anaknya untuk berbuat baik dan melarangnya dari hal-hal yang menyimpang. Didikan inilah yang akan menghasilkan generasi emas dikemudian hari. 

Ketiga adalah pemimpin untuk masyarakat, disamping itu jangan lalaikan tugas sebagai seorang ibu dari anak-anaknya dan seorang istri bagi suaminya. Bisa jadi pemimpin bagi para perempuan, karena yang mengerti kebutuhan perempuan adalah perempuan.

3. Menjadi Pemimpin Wanita yang Taat
Taat adalah mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah. Dan modal untuk taat itu adalah ilmu. Ilmu akhak yang mengatur tata krama kehidupan, ilmu tauhid tentang ketuhanan, ilmu fikih yang membahas tentang amaliah sehari-hari, ilmu tasawuf  yang mengatur tentang perjalanan hati, selain itu juga ada ilmu Al-Qur’an sebagaimana firman Allah SWT, warattililnqurana tartila, dan bacalah Al-Qur’an itu dengan Tartil (menjaga hukum tajwidnya) memperaiki bacaan sangatlah penting. Lalu bagaimana kita menanggapi pertanyaan “mengapa perempuan itu harus belajar toh ujung-ujungnya ke dapur?”. 

Hal sepele apapun bisa kita lakukan karena ilmu. Justru ilmu itu sangat-sangat penting bagi serang perempuan. Bagaimana perempuan bisa mendidik anak-anaknya kalau tidak dengan ilmu. Dan yang tidak kalah penting adalah perempuan itu harus menjaga adab, menjaga pergaulan, menutup aurat, mendapat izin dari orang tua atau suami.

4.  Menjadi Pemimpin Wanita yang Manfaat
Sebagaimana sabda Rasulullah, khairunnas anfauhum linnas, sebaik-baik manusia adalah yang bermanfat bagi manusia lain. menjadi pemimpn pada dasarnya kita bisa menjadi perubahan yang baik bagi orang lain. Jadi pemimpin harus ada manfaat yang kita sebarkan kepada masyarakat yang kita pimpin.

Santri itu tidak harus jadi kyai, tidak harus jadi bu nyai tapi wanita bisa menjadi apapun yang manfaat bagi negara dan agama.

Terakhir pemaparan beliau menjelaskan bahwa Pesantren adalah tempat yang paling layak untuk mendidik kita menjadi pemimpin, dimulai dari memimpin diri sendiri. Di pesantren kita tidak hanya belajar reori, tapi juga di latih untuk beramal dan mandiri dan tidak terhenti pada amal saja tapi lebih ke pembiasaan hal-hal baik. Ini adalah upaya menyetir hawa nafsu kita dari nikmatnya kebebasan.

Di akhir acara seminar ini, ada santri yang bertanya disesi tanya jawab salah satunya,
“Bagaimana aturan Islam mengenai kepemimpinan wanita setelah menikah, melihat sempitnya kebebasan wanita setelah menikah?”. 
Lalu beliau menjawab bahwasannya hal itu tidak menjadi penghalang bagi wanita untuk menjadi pemimpin asalkan  seorang wanita itu mendapatkan izin dari suaminya dan jadilah pemimpin perempuan sholehah yang taat dan bermanfaat. (Fera)
Share on Google Plus

About Asshiddiqiyah Media Center

Pondok Pesantren Asshiddiqiyah didirikan pada Bulan Rabiul Awal 1406 H ( Bulan Juli 1985 M ) oleh DR. KH. Noer Muhammad Iskandar, SQ. Dalam kapasitasnya sebagai lembaga Pendidikan, Keagamaan, dan Kemasyarakatan, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah senantiasa eksis dan tetap pada komitmennya sebagai benteng perjuangan syiar Islam. Kini dalam usianya yang lebih dari seperempat abad, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah telah membuka 12 Pesantren yang tersebar di beberapa daerah di pulau Jawa dan Sumatra.

0 komentar :