KH. Noer Muhammad Iskandar, Martir Bagi Santrinya


KH. Noer Muhammad Iskandar, Martir Bagi Santrinya
Oleh: Nasrulloh Baksolahar

Seorang kiai sebuah pesantren sakit jantung hingga dirawat di rumah sakit. Beliau sudah mendawamkan puasa daud selama 40 tahun. Sang dokter memberikan resep obat agar diminum. Namun sang kiai menolaknya karena sedang berpuasa Daud. Keluarga terdekat dan teman-teman beliau mendesak sang kiai untuk minum obat agar segera sembuh. Namun sang kiai tetap menolaknya. Apa rahasia sang kiai terus menolak? Padahal hal itu dapat merusak tubuhnya? Ternyata ada cinta dibalik penolakannya.

Sang kiai terdiam sejenak karena terus dipaksa minum obat. Lalu beliau berkata, "Saya tidak mau membatalkan puasa Daud agar tetap bisa mengetuk pintu langit. Dengan wasilah puasa Daud-lah saya mendoakan para santri agar dimudahkan meraih keberkahan ilmu dan hidup. Bila aku batalkan, siapa yang akan mendoakan para santri?" 

Beribadah bukan untuk dirinya. Beribadah agar menjadi wasilah keberkahan para santrinya. Inilah yang tak ada di pendidikan saat ini. Tak ada lagi doa tulus sang guru pada murid-muridnya.

Banyak kiai yang setiap malam ber-'uzlah di mihrabnya. Sang kiai beribadah dan berdzikir di saat seluruh santrinya terlelap tidur, sang kiyai menangis, berharap, takut dan berdoa kepada Allah SWT untuk memohon kebaikan dan keberkahan bagi santrinya. Sang kiai menyambungkan hatinya pada Allah SWT, lalu menyambungkannya pada hati para santrinya. Begitulah ketersambungan (rabithah) yang dibangun oleh sang kiai untuk para santrinya.

Orang tua adalah kiai bagi anak-anaknya. Orang tua adalah ustadz bagi anak-anaknya. Sudahkah mereka terhanyut dalam ibadah untuk mengetuk pintu langit bagi kebaikan dan keberkahan istri, anak, mertua, saudara, keponakan dan keturunannya? Ketuklah pintu langit dengan merendahkan hati dan keikhlasan agar Allah SWT memberikan keberkahan kepada keluarga dan keturunannya. Apakah adab mendidik seperti ini telah hilang dalam keluarga?

Pemimpin adalah kiai dan ustadz bagi rakyatnya. Adakah pemimpin yang rela menenggelamkan diri dalam beribadah kepada Allah SWT untuk mendoakan rakyatnya? Bukankah do'a para pemimpin adalah do'a yang mustajab? Seperti Rasulullah SAW yang menangis mengetuk pintu langit demi kebaikan umatnya. Bacalah kisah Isra Miraj, semua pilihan yang diambil pertimbangannya adalah kebaikan umat, apa pengaruh pilihan Rasulullah SAW terhadap masa depan umatnya itulah yang diceritakan Malaikat Jibril.

Umar bin Khattab telah menjadikan dirinya sebagai jembatan antara Allah SWT dengan rakyatnya. Jangan sampai rakyatnya mengadukan kezalimannya kepada Allah SWT tanpa melaporkan terlebih dahulu kepadanya. Umar bin Khattab ingin menuntaskan persoalan rakyatnya agar jangan ada satu pun rakyatnya yang mengadu kepada Allah SWT tanpa terlebih dahulu diselesaikan oleh Umar bin Khatab.

Rasulullah SAW pernah berkorban untuk seluruh umatnya. Rasulullah SAW pernah memohon kepada Allah SWT, agar seluruh kesulitan umatnya ditimpakan kepadanya. Itulah pemimpin yang mencintai dan dicintai rakyatnya. Itulah pendidik yang menjadikan dirinya sebagai martir keberkahan ilmu dan hidup para muridnya. Tenggelam dalam kekhusyukan bertaqarub kepada Allah SWT agar Ia membuka pintu-pintu langit untuk kebaikan manusia, bukan dirinya.

*Dinukil dari Ust. Abdul Latief '93 Angkatan 1993 (dimuat ulang dari akun Facebook Akang Banten)
Share on Google Plus

About Asshiddiqiyah Media Center

Pondok Pesantren Asshiddiqiyah didirikan pada Bulan Rabiul Awal 1406 H ( Bulan Juli 1985 M ) oleh DR. KH. Noer Muhammad Iskandar, SQ. Dalam kapasitasnya sebagai lembaga Pendidikan, Keagamaan, dan Kemasyarakatan, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah senantiasa eksis dan tetap pada komitmennya sebagai benteng perjuangan syiar Islam. Kini dalam usianya yang lebih dari seperempat abad, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah telah membuka 12 Pesantren yang tersebar di beberapa daerah di pulau Jawa dan Sumatra.

0 komentar :