Ketua PWNU DKI: Kiai Noer Seorang Abid Alim Shalih Mushlih Muharrik


AMC - "Mungkin beliau termasuk pengkritik, pembangun. Tapi kritik yang beliau sampaikan dengan tutur kata yang baik. Dengan qaulan layyinan, dengan ucapan yang penuh dengan lemah lembut," kenang KH. Syamsul Maarif akan sosok Kiai Noer Muhammad Iskandar, saat memberikan testimoni dalam acara Do'a dan Tahlil malam ke-3, Selasa (15/12). 

Ketua PWNU DKI Jakarta, KH. Syamsul Ma'arif mengenal Kiai Noer sebagai orang yang 'abid, 'alim, shaleh, muslih, muharrik (penggerak) terutama penggerak ahlussunnah wal jamaah, dan ikhlas dalam berjuang. Ia bercerita suatu ketika awal tahun 1991 dirinya berangkat ke Jakarta, ia terheran-heran dengan sistem pengajian khas seperti di kampung-kampung ternyata masih didengar di kota sebesar Jakarta. Ia menambahkan, dahulu sebelum ada televisi, hampir setiap sore ia dengarkan pengajian Kiai Noer di radio CBB. Pengajian yang Kiai Noer bawakan masih kental akan guyonan khas pengajian kampung, cara membaca kitab dan lantunan al-Qur'an dengan nada khasnya. Kekhasan dari ceramah Kiai Noer itulah dengan bangga ia tiru sampai sekarang yang menjadi ciri muballigh ahlussunnah wal jamaah.

Beliau juga orang yang senang memberi kritik pembangun pada orang lain. Hal itu beliau sampaikan dengan ucapan yang lemah lembut. Tidak seperti zaman sekarang, yang banyak muballigh justru senang mengkritik tanpa memperhatikan pilihan kata yang disampaikan sehingga kritik itu menjatuhkan pihak tertentu. Maka seyogyanya para muballigh mencontoh apa yang dilakukan Kiai Noer, yang jika orang tertentu dikritik Kiai, seringkali ia tersenyum tanpa menyakitkan hati. 

Kiai Noer adalah orang yg banyak melakukan perbaikan di semua bidang. Biasanya seorang da'i hanya sibuk dengan dakwahnya. Semakin ia masyhur dikenal masyarakat, semakin enggan ia belajar mendalami keilmuan. Namun hal ini tidak berlaku bagi seorang Kiai Noer. Beliau selalu belajar kitab turats yang dijadikannya pegangan dalam berdakwah. Sehingga problematika yang begitu dinamis, dapat terjawab dengan berbagai solusi dari beliau. 

Perkara yang rumit nan pelik, jika dijelaskan oleh Kiai Noer akan dimengerti dengan mudah oleh masyarakat. Beliau memberi jawaban dan solusi yang tidak memberatkan masyarakat, meneladani ulama terdahulu yang memberi pendapat yang paling ringan sehingga mudah diterima oleh masyarakat. Tetapi berbeda jika untuk Kiai Noer sendiri, beliau memilih pendapat yang ketat dan berat. 

Sopirnya pernah bercerita pada Kiai Syamsul, suatu ketika Kiai Noer perjalanan dakwah, saat tengah malam beliau tetap meminta berhenti sejenak untuk melaksanakan shalat malam meski tubuhnya begitu lelah. 

"MasyaAllah, beliau kalau dakwah keluar kota, sesibuk apapun, secapek apapun, di perjalanan tengah malam beliau minta berhenti. Ya itu tetap melaksanakan shalat malam", kenangnya. 

Sosok seperti beliaulah yang perlu dijadikan panutan. Menyebut kebaikannya, rasanya tidak cukup dengan ribuan kata. Beliau tak hanya dikenal sebagai orang yang shaleh, tetapi juga pribadi yang muslih. Apa bedanya? Shaleh ialah orang yang memiliki kebaikan untuk dirinya sendiri. Tetapi jika muslih itu 'khoiruhu li nafsihi wa ghairihi' (kebaikannya untuk dirinya dan orang lain). Kiai Noer menjadi sosok yang baik untuk dirinya dan orang lain. Orang baik memang banyak dicintai orang, tetapi muslih kadang dibenci orang. 

Ia menyaksikan bahwa Kiai Noer adalah orang baik dan ingin memperbaiki masyarakat. Pernah satu waktu Kiai dibenci, sebab beliau tengah mengarahkan mereka menjadi baik. Beliau tak hanya dikenal sebagai muballigh, tetapi juga seorang ekonom dan politisi pada zamannya. Kiai Noer terjun ke dunia politik, namun tak lama beliau tinggalkan demi berkonsentrasi penuh dalam dunia dakwah dan pendidikan. 

Kiai Noer ialah seorang ahli ibadah yang menguasai kitab kuning dari berbagai madzhab. Ketua PWNU Jakarta menyebut Kiai Noer nyegoro (mendalam) ilmunya, dilihat dari cara beliau menjawab masalah dalam berbagai dimensi kehidupan. Dan yang sulit ditiru dari seorang Kiai Noer ialah keikhlasannya. Beliau tulus ikhlas mencari ridho Allah swt. 

Kepergian Kiai Noer Muhammad Iskandar begitu dalam dirasakan masyarakat, khususnya Jakarta, warga nahdliyyin dan keluarga besar Asshiddiqiyah tentunya. 
Semoga dari Asshiddiqiyah, lahir generasi Kiai Noer selanjutnya dimana-mana. (Lyda)
Share on Google Plus

About Asshiddiqiyah Media Center

Pondok Pesantren Asshiddiqiyah didirikan pada Bulan Rabiul Awal 1406 H ( Bulan Juli 1985 M ) oleh DR. KH. Noer Muhammad Iskandar, SQ. Dalam kapasitasnya sebagai lembaga Pendidikan, Keagamaan, dan Kemasyarakatan, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah senantiasa eksis dan tetap pada komitmennya sebagai benteng perjuangan syiar Islam. Kini dalam usianya yang lebih dari seperempat abad, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah telah membuka 12 Pesantren yang tersebar di beberapa daerah di pulau Jawa dan Sumatra.

0 komentar :