Siapa Saya Jika Tanpa Guru?


Ringkasan Tausiyah Habib Ali Zaenal Abidin Al Kaff 
Majelis Dzikir Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Pusat Jakarta
Sabtu 7 Muharram 1441 H / 07 September 2019


Siapa saya, jika tanpa guru? Saya selalu kecil di tempat guru yang mendidik saya. Itulah ajaran para ulama dalam hal mencari ilmu. Oleh karena itu, gapailah ilmu setinggi-tingginya, ambillah ilmu setinggi-tingginya karena mustahil orang sukses tanpa ilmu. Kalau pun sukses, suksesnya tidak lama. Walau pun niatnya baik, menyampaikan kebaikan, tapi tanpa ilmu di dalamnya, hasilnya kosong.

Seperti orang yang ingin menyampaikan hal-hal yang ada di dalam al-Qur’an, namun tidak memiliki pengetahuan tentang tata bahasa Arab. Maka, orang tersebut sebaiknya mempelajari ilmu nahwu dahulu agar dapat memahami isi al-Qur'an dengan baik. Ilmu nahwu, itu sangat bagus bagi setiap orang, apalagi para pemuda. Bagaimana dapat mempelajari al-Qur'an kalau tata bahasanya saja tidak mengerti.

Dalam nazham Imrithy karangan Syeikh Syarifuddin Yahya Al-Imrithy disebutkan:

والنحو اولى اولا ان يعلـما
اذ الكـــــلام دونه لن يفـــــهما
Nahwu adalah ilmu yang paling utama dipelajari dahulu, karena kalam Arab tanpa ilmu nahwu tidak bisa difahami

Dahulu, Rasulullah SAW pernah berdoa untuk keberkahan negeri Syam dan Yaman. Dari sudut pandang keilmuan, metode pendidikan di dua negeri tersebut berbeda. Dalam hal pengajaran, Syam memiliki metode ilmiah, sedangkan Yaman memiliki metode ruh (batiniyah). Kedua metode tersebut yang kemudian digabungkan di Indonesia dalam bentuk pendidikan pesantren yang masih berlaku sampai sekarang. Insya Allah yang demikian itu bermanfaat, tidak hanya pendidikan secara ilmiah namun juga membangun akhlak yang baik secara ruhiyah.

Lalu, kenapa umat sekarang rusak? 

Umat sekarang rusak karena tidak mengambil ilmu dari ulama yang alim ilmunya. Dari mana kalian mengambil ilmu? Dari mana lagi kalau bukan dari guru. Namun, penyakit santri zaman sekarang serba ingin mengikuti gurunya, dalam hal apa pun. Namun, jangan meniru guru ketika sudah suksesnya saja. Tapi tirulah guru dalam proses perjuangannya untuk mencapai kesuksesan tersebut. Hormatilah guru kalian. Patuhilah perintah guru kalian. Jika tidak dapat ridho dari guru, ilmu kita tidak akan bermanfaat.

Belajar, jangan hanya perantara buku. Buku itu benda mati. Sedangkan manusia adalah makhluk yang berakal. Belajarlah kepada guru, karena guru dapat membenarkan jika terjadi kesalahan dalam penulisan atau pencetakan isi buku tersebut. Setelah demikian, amalkan ilmu yang telah dipelajari.


Sesungguhnya orang yang sukses adalah orang yang mau mengamalkan ilmunya. Insya Allah. (L)
Share on Google Plus

About Asshiddiqiyah Media Center

Pondok Pesantren Asshiddiqiyah didirikan pada Bulan Rabiul Awal 1406 H ( Bulan Juli 1985 M ) oleh DR. KH. Noer Muhammad Iskandar, SQ. Dalam kapasitasnya sebagai lembaga Pendidikan, Keagamaan, dan Kemasyarakatan, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah senantiasa eksis dan tetap pada komitmennya sebagai benteng perjuangan syiar Islam. Kini dalam usianya yang lebih dari seperempat abad, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah telah membuka 12 Pesantren yang tersebar di beberapa daerah di pulau Jawa dan Sumatra.

0 komentar :