Asshiddiqiyah.com- Langit mendung dan angin kencang
menyapa Jakarta pada Selasa malam. Jam tangan menunjukkan pukul 21.13 WIB
pertanda sebagian warga kota bersiap rehat usai menjalani rutinitas perdana di
awal tahun.
Sementara saya sendirian tengah menyusuri lingkungan padat
penduduk di kawasan Basmol, Kembangan, Jakarta Barat. Kondisi jalan yang
terbilang sempit membuat saya harus pelan-pelan dalam mengemudi. Maklumlah, di
kawasan tersebut banyak anak muda dan bapak-bapak nongkrong yang mungkin bisa
terganggu dengan sorot lampu mobil.
Kemudian saya menepi di sebuah yayasan bernama Al Hidayah. Saya
keluar dari mobil dan menghampiri lelaki paruh baya yang sedang santai di depan
rumah. "Permisi Pak, rumah Yetti sebelah mana ya?" tanya saya. Si
Bapak langsung memanggil seorang anak muda sambil berkata, "Tolong anterin
Bapak ini ke rumah Yetti," ujar Bapak berjanggut lebat tersebut.
"Bapak ikuti motor dia ya, kebetulan dia masih saudaranya," lanjut
dia kepada saya.
Saya pun mengikuti sepeda motor matic tersebut dan kembali
menyusuri jalanan kecil. Sesekali sepeda motor harus berhenti menunggu karena
laju kendaraan harus menyesuaikan lokasi. Tak lama kemudian, sampailah di
sebuah rumah yang rimbun dinaungi banyak pohon. Di depan rumah itu terdapat
sejumlah ibu-ibu sedang mengobrol dengan logat Betawi yang khas.
"Parkir di sini saja Bang. Ini rumah mertua Yetti. Kalau
rumah yang ditinggali Yetti masih jalan ke dalam," ujar pemuda tadi. Saya
pun mengikuti sarannya berjalan menyusuri gang. Saya juga sempat bersalaman
sambil mengenalkan diri kepada Ibu Mertua Yetti.
Seiring berjalan saya melihat tujuh orang lelaki sedang duduk
berbincang di kursi plastik yang posisinya melingkari sebuah meja. Saya pun
menyalami mereka satu per satu. Hingga akhirnya, seorang lelaki yang berpakaian
batik tangan pendek dan mengenakan sarung berkata, "Ini Bang Tebe bukan
ya...? Kenalkan saya Jazil suaminya Yetti. Dia sering ceritain situ," ujar
lelaki itu. Waduh, cerita apa pula Si Yetti ini, kataku di dalam hati.
Obrolan kami dimulai dengan membahas hal-hal yang sifatnya
formalitas. Rumah dimana, kerja dimana, dan lain sebagainya. Hingga akhirnya
Bang Jazil bercerita bahwa tempat dirinya bekerja saat ini satu kompleks
perkantoran dengan tempat bekerja saya yang dulu. "Yetti sering pesan
titip salam kalau ketemu situ. Saya udah diunjukin foto situ, tapi kita belum
pernah ketemu," candanya.
Ya, Yetti Pramutia adalah teman saya sewaktu mondok di Pesantren
Asshiddiqiyah. Kami saling kenal tetapi tidak begitu dekat. Maklumlah namanya
juga hidup di pesantren. Satu-satunya momen yang saya ingat adalah, dia teman
bimbel saya ketika kita hendak mendaftar kuliah di UIN Ciputat. Yetti adalah
satu dari 17 orang yang belum diketahui nasibnya pasca terbakarnya Kapal Zahro
Express di perairan Jakarta hari Minggu, 1 Januari lalu.
INSIDEN DI PAGI ITU
Setelah hampir 15 menit kami saling mengakrabkan diri, akhirnya
Bang Jazil berbagi cerita tentang kronologis kejadian musibah terbakarnya
kapal. Menjelang liburan tahun baru Yetti mengajak suami dan dua anaknya yang
bernama Iyas (lelaki 11 tahun) dan Sahla (perempuan 9 tahun) untuk pergi
bertamasya. Pulau Tidung menjadi tujuan karena ada salah satu kerabatnya yang
tinggal di sana.
"Kami pukul enam pagi sudah di pelabuhan Kali Adem. Dan pukul
tujuh kami mulai naik kapal. Yetti sempat bertanya sama saya, kapal jalannya
jam berapa Abi?" urai Bang Jazil yang bernama asli Achmad Izazi (44 tahun)
ini.
Keanehan mulai nampak saat kapal diisi melebihi kapasitas. Banyaknya
calon wisatawan yang khawatir tak kebagian kapal membuat mereka rela menumpang
Kapal Zahro kendati tak mendapat tempat duduk. Dan sekira pukul 08.00 WIB kapal
tersebut berlayar dengan berpenumpang lebih dari 200 orang.
Raut wajah keluarga ini nampak bergembira karena berada di dalam
kapal yang mengarungi lautan. Bahkan saking gembiranya, Iyas bersama Sahla
memutuskan untuk pergi ke atas kapal untuk menikmati keindahan panorama laut.
Bang Jazil pun menemani kedua buah hatinya. Sementara Yetti tetap berada di
bawah untuk menjaga barang-barang.
Selang 20 menit berlayar pemandangan yang tak diinginkan terjadi.
Sebuah ledakan disertai api terdengar dari bagian belakang kapal. Suasana di
dalam kapal mendadak heboh. "Semua orang panik berteriak dan berseliweran
menjauh dari titik api. Sementara saya sama anak-anak yang juga kaget langsung
fokus mencari Yetti," kata Bang Jazil.
Melihat para penumpang berebut dan bergegas mengenakan pelampung
membuat Bang Jazil mencari pelampung terlebih dahulu. Satu pelampung didapat
dan langsung dikenakan kepada Sahla. Bang Jazil langsung menggendong Sahla
sambil mencari keberadaan Yetti. "Abang jangan kemana-mana. Tunggu di
sini, Abi mau cari Umi dulu," pesan Bang Jazil kepada Iyas.
Sambil mencari Yetti, Bang Jazil kembali mendapat satu pelampung
dan langsung dia kenakan. Berhubung kondisi dipenuhi kepanikan, pelampung yang
dikenakan dalan kondisi terbalik dengan resleting di belakang, sehingga
pemakaian pelampung pun tidak sempurna.
Bang Jazil dan Sahla terus berteriak memanggil Yetti. "Umi...
Umi dimana...". Yetti tak juga terlihat di tengah kumpulan orang. Lambat
laun kobaran api kian membesar. Sahla mulai tak kuat menahan suhu panas.
"Abi panas, Sahla enggak kuat..." kata Sahla seperti yang ditirukan
Bang Jazil. Karena api terus mendekat, akhirnya Bang Jazil memutuskan untuk
terjun dari atas kapal bersama Sahla.
Saya bertanya kepada Bang Jazil dari ketinggian berapa meter
mereka lompat, dia menjawab "Setinggi itu masih lebih lagi Bang,"
kata dia sambil menunjuk atap rumah dua lantai di sebelah kami ngobrol. Bang
Jazil bersama Sahla berjibaku di lautan lepas. Kondisi Bang Jazil terlentang
dan Sahla berada di atasnya. "Saya hampir kehabisan nafas saat itu, saya
tidak mahir berenang," tukasnya.
Berkali-kali Bang Jazil dan Sahla tersapu ombak hingga menjauh
dari kapal. Kobaran api dan kepulan asap hitam menjadi pemandangannya. Belum
lagi banyak orang yang nampak terjun dari kapal tanpa pelampung. Hingga
akhirnya, Bang Jazil berhasil menepi ke sebuah perahu kecil milik nelayan. Dia
langsung membawa Sahla naik untuk menyelamatkan diri.
"Perahu sekecil itu terus dinaiki banyak orang yang ingin
selamat. Sampai akhirnya perahu itu oleng dan kemasukan air. Sang nelayan
meminta agar jangan ada lagi yang naik, karena bila dipaksakan perahu bisa
terguling," ungkapnya.
Hingga akhirnya tiba kapal dengan ukuran lebih besar untuk
membantu evakuasi penumpang. Bang Jazil hendak pindah ke kapal tersebut namun
ditolak oleh nahkodanya dengan alasan jumlah orang sudah over kapasitas. Bang
Jazil bersama Sahla bertahan diperahu kecil tersebut sambil menyaksikan
pemandangan yang dramatis.
"Saya dan Sahla hanya bisa menangis dan berdoa sambil
menyebut nama Umi dan Abang (Iyas). Kami berdua akhirnya berhasil pindah ke
kapal yang lebih besar," ujarnya.
Di kapal tersebut akhirnya Bang Jazil dan Sahla bertemu kembali
dengan Iyas. Peluk haru dan tangis terjadi saat itu. Sayang, Yetti belum berada
di sisi mereka. Iyas nampak mengenakan pelampung kala itu. Dan pelampung
tersebut diakui Iyas merupakan pemberian dari Yetti.
"Yetti sempat bertemu Iyas dan memakaikan pelampung. Saat
Yetti kembali mencari pelampung untuk diri sendiri, api semakin besar. Iyas pun
didorong oleh seseorang untuk terjun ke laut. Sebab, bila bertahan di kapal
sangat berpotensi untuk terbakar," kata Bang Jazil.
Sejak itu mereka belum bertemu Yetti hingga saat ini. Begitu
berlabuh di Kali Adem, Bang Jazil bersama dua anaknya mencari keberadaan Yetti.
Mereka menyisir pos-pos pelabuhan, Rumah Sakit Atmajaya dan Rumah Sakit Pluit
tempat dilarikannya para korban. Hasilnya nihil, tak ada nama Yetti Pramutia.
LEKAS PULANG YETT...
Tiga hari sudah Yetti tak ada kabar. Meski demikian keluarga tetap
mencari keberadaan Yetti dengan cara menyewa kapal nelayan dan menyisir
sejumlah pulau yang dekat dengan lokasi kejadian perkara. Mereka juga terus
berkoordinasi dengan tim SAR dan beberapa rumah sakit.
Bang Jazil masih sangat trauma. Sorot matanya yang lelah penuh
harap tak bisa menyembunyikap raut kesedihan. Selama bercerita, sesekali
matanya berkaca dan suaranya bergetar. Meski demikian, pria yang sudah menjadi
suami Yetti selama 12 tahun ini tetap berkeyakinan Yetti selamat dan terdampar
di satu tempat.
"Saya yakin Yetti selamat. Karena selama tiga hari ini tidak
ada perasaan batin yang aneh dengan saya atau anak saya. Keyakinan saya
ditambah dari pengakuan Iyas yang melihat posisi Yetti sudah mengenakan
pelampung sebelum akhirnya Iyas di dorong terjun ke laut," harap Bang
Jazil.
Setiap kedua anaknya bertanya tentang keberadaan ibu mereka, Jazil
meyakinkan bahwa Yetti tengah berada di satu tempat dan akan segera dijemput.
Bahkan, Jazil pernah dicap sebagai pembohong oleh Iyas karena tak kunjung
menepati janji membawa pulang ibunya.
"Saya minta doa kepada semua Bang agar keberadaan Yetti
segera ditemukan. Dan saya yakin Yetti selamat," tegasnya.
Di sela perbincangan dengan Bang Jazil, saya melihat Iyas yang
tengah asyik bermain dengan teman-teman sebayanya kendati hari sudah malam.
Trauma yang dialami Iyas berangsur pulih kendati luka di tangannya masih
berbekas sisa terbentur besi kapal. Sementara Sahla malam itu sudah lelap
tertidur.y
Saya juga berkesempatan ngobrol dengan ibu kandung Yetti bernama
Maesaroh. Beliau banyak bercerita tentang masa lalu Yetti. Malam itu menjadi
momen saya untuk mengetahui banyak kisah perjalanan hidup Yetti setelah belasan
tahun tak bertemu dan hanya sesekali bertegur sapa via Facebook.
Bagi saya, dia perempuan hebat, mandiri dan tangguh. Setiap hari,
dia pergi mengajar di SDN 07 Sukabumi, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, dengan
menggunakan sepeda motor. Setiap pergi ke sekolah, Yetti selalu ditemani Sahla
pulang pergi. Mengingat, putrinya tersebut bersekolah di tempat dia bekerja.
Dan saat hari libur tiba, Yetti selalu mengajak suami dan anak-anaknya untuk
mengisi waktu berkualitas dengan berkunjung ke berbagai tempat, paling sering
ke tempat berenang.
Yetti... Gua enggak tahu lo sekarang ada dimana. Yang pasti
keyakinan gua sama seperti suami lo bahwa lo masih selamat. Gua percaya itu
karena lo perempuan tangguh.
Yetti... Buruan balik ke rumah. Keluarga sudah enggak sabar pengen
ketemu lo. Iyas terus-terusan nanyain lo. Sahla juga masih pengen pulang-pergi
ke sekolah bareng lo. Lagian Februari besok kan lo harus diwisuda Yett...
Yetti... Gua sengaja bikin tulisan ini buat lo, karena gua yakin
lo masih selamat dan kelak bakal baca tulisan ini. Yett... Gua enggak dateng di
acara kawinan lo, tapi gua udah dikasih lihat foto-fotonya semalem. Lo cantik
banget...
Yetti... Cerita Bang Jazil sampe tengah malem bikin gua enggak
bisa tidur. Dan semalam gua spesialkan waktu buat lo. Gua berdoa buat lo dan
jari gua menari bikin tulisan ini buat lo. Gua janji, kalo nanti lo sudah balik
gua traktir jajan rujak. Jajanan yang pernah lo beli waktu rehat bimbel di
Ciputat. Cuma itu sedikit momen yang masih gua inget tentang lo.
Yett... Please, buruan balik Muthi
*Tebe
3 komentar :
Semoga Allah kasih kekuatan,kesabaran,
#ada hikmah dibalik kejadian
Semoga Allah kasih kekuatan,kesabaran,
#ada hikmah dibalik kejadian
semoga beliau bisa kembali berkumpul bersama keluarga... aminn
Posting Komentar