Imam Al-Ghazali Soroti Pentingnya Menjalani Kehidupan Dengan Mengutamakan Kewajiban Dibandingkan Hak Pribadi


AMC- Pada pengajian rutin kitab Minhajul Abidin malam ini, Senin (18/12), KH. Ahmad Mahrus Iskandar berpesan tentang pentingnya memahami perbedaan antara kebenaran dan kebaikan. Meski sesuatu dapat dianggap benar, belum tentu hal tersebut baik, dan sebaliknya. Terkadang, tindakan yang dianggap halal atau benar masih bisa mendapat celaan. Bahkan, dalam hal-hal kecil sekalipun seperti memperhatikan adab atau etika, terdapat kepentingan besar dalam mengutamakan hak orang lain daripada hak pribadi kita. Ini berarti menempatkan kewajiban di atas hak, yang merupakan bagian dari akhlak yang baik.

"Berbicara mengenai adab, membicarakan bagaimana kita seharusnya mendahulukan hak orang lain dibandingkan mengutamakan hak kita. Mendahulukan kewajiban kita dibandingkan kewajiban orang lain. Kita juga harus mendahulukan kewajiban daripada hak, inilah adab yang baik." terang Gus Mahrus menjelaskan isi kitab Minhajul Abidin.


Pemahaman tentang bagaimana menjadi hamba Allah yang mengikuti teladan Nabi terletak pada pengutamaan akhlak yang baik dan menempatkan kewajiban di atas hak pribadi. Perjalanan hidup kita seharusnya menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan melayani-Nya. Namun, seringkali kita lebih memprioritaskan keinginan pribadi atau syahwat daripada mengutamakan kepentingan yang lebih besar. Kita juga harus memahami pentingnya melaksanakan hal yang wajib sebagai suatu keharusan. Jangan sampai terjebak dalam kesenangan dan kenikmatan dunia yang mana bisa membuat kita lupa untuk mempersiapkan diri bertemu dengan Allah. Imam al-Ghazali menegaskan bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan kewajiban harus diperlakukan sebagai sesuatu yang wajib. 

Menyadari kesulitan untuk meminta maaf ketimbang meminta maaf kepada orang lain adalah contoh sikap yang menunjukkan perhatian terhadap kewajiban dan hak orang lain. Selain itu, pentingnya kesadaran bahwa hidup bukanlah semata tentang kesenangan pribadi, melainkan tentang pengabdian dalam ibadah, kita harus berhati-hati yang kita lakukan di dunia ini termasuk dalam kategori tana'ummu syahwah atau khidmah lil ibadah

Dalam kitabnya, Imam al-Ghazali juga menjelaskan mengenai bacaan Hauqolah, yakni bacaan yang berbunyi laa haula wa laa quwwata illa billah. Bacaan tersebut menunjukkan bahwa kita tiada memiliki daya dan berserah diri kepada Allah, hauqolah juga memiliki makna mendalam, yakni menahan diri dari melakukan perbuatan buruk serta mohon perlindungan kepada-Nya. Dalam beberapa konteks, terdapat penjelasan bahwa mengucapkan Hauqolah dapat membawa kelapangan dalam menghadapi kesulitan hidup. 

Dengan membaca hauqolah kita juga memohon kepada Allah agar dijauhkan dari segala perbuatan yang tercela. Karena, menjauhi perbuatan jelek adalah suatu nikmat yang luar biasa. Oleh karena itu, menahan diri dari hal-hal buruk adalah perjuangan yang penting dalam kehidupan spiritual.

Gus Mahrus juga menceritakan beberapa fadhilah dari bacaan hauqolah ini, sebagaimana ibu Nyai Nur Djazilah dan abah Yai Noer lakukan. Tatkala merasakan anggota tubuhnya ada yang sakit, maka keesokan harinya setelah shubuh akan dibacakan kalimat hauqolah ini sebanyak 33 kali sembari memegang anggota tubuh yang sakit. (May)
  • Tulisan ini merupakan catatan ringkas Kajian Kitab Minhajul Abidin yang diampu oleh KH. Mahrus Iskandar, B.Sc (Khadimul Ma'had Asshiddiqiyah Jakarta) secara rutin tiap Senin malam.
Share on Google Plus

About Asshiddiqiyah Media Center

Pondok Pesantren Asshiddiqiyah didirikan pada Bulan Rabiul Awal 1406 H ( Bulan Juli 1985 M ) oleh DR. KH. Noer Muhammad Iskandar, SQ. Dalam kapasitasnya sebagai lembaga Pendidikan, Keagamaan, dan Kemasyarakatan, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah senantiasa eksis dan tetap pada komitmennya sebagai benteng perjuangan syiar Islam. Kini dalam usianya yang lebih dari seperempat abad, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah telah membuka 12 Pesantren yang tersebar di beberapa daerah di pulau Jawa dan Sumatra.

0 komentar :