Dr. H. Jazilul Fawaid: Melalui Keberanian, Kekokohan, dan Kegigihannya, Kyai Noer Hadir Sebagai Teladan


AMC - “KH. Noer itu teladan di PTIQ. Mereka yang menjadi pejuang, ulama, pemimpin hari ini teladannya ya, Kyai Noer. Melihat dari Keberanian, kekokohan, dan kegigihan beliau,” tutur Dr. H. Jazilul Fawaid dalam acara Haul KH. Noer Muhammad Iskandar, SQ. di pondok pesantren Asshiddiqiyah Jakarta pada Sabtu malam (11/11/23).

KH. Noer Muhammad Iskandar sebagai alumnus Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an (PTIQ) Ciputat memberikan dampak yang besar bagi banyak orang, terutama para juniornya di PTIQ. Salah satunya Dr. H. Jazilul Fawaid Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI).

Sebagai Adik kelas Abah Kyai Noer, salah satu anggota DPR RI itu mengaku bangga dan sangat kagum terhadap perjuangan Abah Kyai. Di mana pesantren di zaman modern seperti ini begitu besar tantangannya, ditambah lagi Abah Kyai Noer mengembangkan pesantren di tengah hiruk pikuk ibukota. Namun, Abah Noer mampu membuktikan kesuksesan dan keberhasilannya hingga mampu mengembangkan 12 pesantren.

Dan yang menambah kekagumannya, dengan peran Abah Kyai Noer sebagai seorang kyai dan pengasuh pesantren yang pasti kesibukannya sudah tidak bisa dipertanyakan lagi. Akan tetapi, hebatnya beliau tidak sama sekali meninggalkan kewajibannya untuk membina masyarakat, sosial, bahkan politik sekalipun. Bahkan, sebagai seorang kyai dan alumnus PTIQ dulu, Kyai Noer merupakan orang pertama di PTIQ yang menjadi anggota DPR RI.

“Beliau kyai tapi juga politikus. Beliau kyai tapi juga ilmuan. Beliau kyai tapi juga pengasuh sosial. Beliau kyai tapi menggerakkan teknologi. Kalau bahasa Ali Syari’ati namanya rausyan fikr. Beliau bertanggung jawab pada pengembangan agama, tapi bertanggung jawab juga pada pengembangan masyarakat,” sambung alumnus PTIQ Ciputat itu.

Dilansir dari media NU Online bahwa yang dimaksud rausyan fikr menurut Ali Syari’ati yang paling tepat adalah kaum intelektual dalam arti yang sebenarnya. Kaum intelektual bukan sarjana, yang hanya menunjukkan kelompok orang yang sudah melewati pendidikan tinggi dan memperoleh gelar sarjana. Mereka juga bukan sekadar ilmuwan, yang mendalami dan mengembangkan ilmu dengan penalaran dan penelitian.  Mereka adalah kelompok orang yang merasa terpanggil untuk memperbaiki masyarakatnya, menangkap aspirasi mereka, merumuskannya dalam bahasa yang dapat dipahami setiap orang, menawarkan strategi dan alternatif pemecahan masalah. (Ali Syariati, Ideologi Kaum Intelektual, 1993:14-15).

Di akhir penyampaian testimoninya, H. Jazilul Fawaid mengajak semua jamaah yang berkesempatan hadir dalam acara haul H. Noer Muhammad Iskandar, SQ. untuk bersama-sama meneguhkan dan meneruskan perjuangan Abah Kyai Noer. Bersama-sama meneladani dan mencontoh sosok seperti Abah Kyai Noer. Hal ini dikarenakan menurut beliau, sosok pejuang selevel Abah Kyai Noer dalam sisi agama, keberanian, kepeduliannya terhadap masyarakat hampir belum terdapat di Jakarta hari ini. Sehingga junior Abah Kyai Noer itu berharap di kemudian hari akan hadir sosok yang menjelma seperti Abah Kyai Noer yang mampu mewarnai ibukota dan yang bisa memberikan motivasi kepada jam’iyyah Nahdlatul Ulama khususnya.

“KH. Noer Muhammad adalah idola perjuangan santri. Maka, di haul yang ke-3 ini mari kita hidupkan kembali semangatnya, kita hidupkan kembali perjuangannya. Utamanya berjuang di ibukota ini yang tentu tidak mudah,” serunya.

Politikus Indonesia itu juga tidak lupa mendoakan Ibu Nyai dan keluarga besar Abah Kyai Noer agar selalu diberikan kekuatan untuk terus melanjutkan visi perjuangan Abah Kyai. Mampu untuk terus mengembangkan pesantren, mengembangkan masyarakat, mengembangkan keluarga, dan mengembankan Nahdlatul Ulama. Amiin.

Pewarta: Winda Khoerun N.

Share on Google Plus

About Asshiddiqiyah Media Center

Pondok Pesantren Asshiddiqiyah didirikan pada Bulan Rabiul Awal 1406 H ( Bulan Juli 1985 M ) oleh DR. KH. Noer Muhammad Iskandar, SQ. Dalam kapasitasnya sebagai lembaga Pendidikan, Keagamaan, dan Kemasyarakatan, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah senantiasa eksis dan tetap pada komitmennya sebagai benteng perjuangan syiar Islam. Kini dalam usianya yang lebih dari seperempat abad, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah telah membuka 12 Pesantren yang tersebar di beberapa daerah di pulau Jawa dan Sumatra.

0 komentar :