Mengenal Amal ‘Ammah dan Khassah Menurut Imam Ghazali

AMC- "Imam Ghazali membagi ‘Amal (angan-angan) menjadi dua bagian yaitu, Amal al-‘Ammah (angan-angan secara umum) dan Amal al-Khassah (secara khusus)," jelas KH. Ahmad Mahrus Iskandar dalam kegiatan rutinan Mahasantri, mengkaji Kitab Minhaj al-Abidin karangan Imam Ghazali, Senin (20/2/23). 

Pertama, Amal al-‘Ammah atau disebut dengan thulul amal (panjangnya angan-angan) yaitu adanya keinginan untuk hidup kekal atau selamanya. Jadi thulul amal bukan hanya segala keinginan jangka panjang, akan tetapi besarnya keinginan seseorang untuk mengumpulkan dunia dan bersenang-senang di dalamnya. 

“Panjang angan-angan tidak dibolehkan, karena ditakutkan lupa dari hakikat kehidupan, sebab kecondongan terhadap dunia. Kita tidak dilarang untuk mencari dunia. Namun yang dilarang adalah hubb ad-dunya (cinta terhadap dunia),” terang beliau menjelaskan ibarat dalam kitab. 

Jika tidak mampu melepaskan diri dari thulul amal, maka jadilah orang yang qashrul amal (pendek angan-angan).

فَذَرْهُمْ يَخُوضُوا وَيَلْعَبُوا حَتَّىٰ يُلَاقُوا يَوْمَهُمُ الَّذِي يُوعَدُونَ


Artinya: “Maka biarkanlah  mereka tenggelam dalam kebatilan dan bermain-main. Sampai mereka menjumpai hari yang diancamkan pada mereka.”

Kedua, yaitu Amal Khassah (angan-angan khusus). Yaitu adanya keinginan agar kehidupan esok untuk bisa melakukan atau menyempurnakan kebaikan.

“Misalnya para ulama yang memiliki kekayaan. Hal itu dibolehkan, karena harta yang digunakan itu untuk kebaikan. Seperti membangun pesantren, berbagi dan lain-lain. Karena jika para ulama tidak mengambil harta itu, maka akan diambil oleh orang yang ingin menghancurkan agama Islam," imbuh Khadimul Ma’had Asshiddiqiyah Jakarta tersebut.

Tapi harus tetap berhati-hati karena tetap ada bahaya di dalamnya. Khususnya penyakit hati, seperti ujub, sombong, mudah marah, dan sebagainya. 

“Jika kita ingin mengejar dunia, maka niatkan semuanya karena kehendak dan izin Allah.” ungkap kiai lulusan Yaman itu. 

Wahai para santri kejarlah kesuksesan, kehebatan, tapi niatkan semuanya karena kehendak, rida, rahmat dan pertolongan Allah SWT.

وَلَا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَلِكَ غَدًا اِلاَّ اَنْ يَشَاءَ اللهُ

Artinya: Janganlah sekali kamu mengatakan tentang sesuatu: “Sesungguhnya aku pasti akan melakukan ini besok hari.” Kecuali dengan menyebut: “Insya Allah.”

“Kita tidak dilarang untuk mengejar kesuksesan dalam dunia. Tapi dengan syarat kita harus selalu menyadari, semua yang didapatkan karena ridha dan pertolongan Allah SWT. Bukan semata-mata karena usaha diri sendiri.” pungkas beliau. (Robi'ah)

  • Tulisan ini merupakan catatan ringkas Kajian Kitab Minhajul Abidin yang diampu oleh KH. Mahrus Iskandar, B.Sc (Khadimul Ma'had Asshiddiqiyah Jakarta) secara rutin tiap Senin malam.
Share on Google Plus

About Asshiddiqiyah Media Center

Pondok Pesantren Asshiddiqiyah didirikan pada Bulan Rabiul Awal 1406 H ( Bulan Juli 1985 M ) oleh DR. KH. Noer Muhammad Iskandar, SQ. Dalam kapasitasnya sebagai lembaga Pendidikan, Keagamaan, dan Kemasyarakatan, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah senantiasa eksis dan tetap pada komitmennya sebagai benteng perjuangan syiar Islam. Kini dalam usianya yang lebih dari seperempat abad, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah telah membuka 12 Pesantren yang tersebar di beberapa daerah di pulau Jawa dan Sumatra.

0 komentar :